Rabu, 11 Januari 2012

duapuluhdelapan

Hari ini duapuluhdelapan tahun yang lalu
Kehidupan datang menyapa
Mengajakku bercengkrama
Tentang cinta,
Tentang kepedihan,
Tentang dogma-dogma keduniawian

Selama duapuluhdelapan tahun
Kehidupan dengan sabar menceritakan
Rahasia-rahasianya padaku
Terkadang berbisik dengan lembut
Terkadang menghentak
“Biar kau terbangun” katanya

Dengan sabar kehidupan menjawab
Pertanyaan-pertanyaanku
Menunjukkan apa yang mesti aku lihat
Mengajarkan apa yang mesti aku pelajari

Kadang aku tak suka caranya
Penuh liku dan misteri
“Kau pikir kenapa Tuhan menciptakan rasa manis
di ujung lidah dan pahit di pangkalnya?”
Tanyanya suatu ketika….

Ah, mana aku tahu!

Aku bukan murid yang pandai
Bukan pula murid yang sabar

Hari ini, seperti duapuluhdelapan tahun yang lalu
Kehidupan masih mengajakku bercengkrama
Menunjukkan apa yang mesti aku lihat
Mengajarkan apa yang mesti aku pelajari

Sampai kapan?
Kehidupan hanya tersenyum, lalu berkata
“Kau akan tahu pada waktunya nanti.”

=arca=

Tempora mutantur et nos mutamur in illis.
Waktu berubah dan kita pun berubah seiring dengannya...

Jumat, 06 Januari 2012

Lihat, Baca, dan Renungkan Kawan...!!!

Lihat, Baca, dan Renungkan Kawan...!!!
Lihatlah kawan..
Lihatlah anggota dewan kita yang terhormat.
Gembar-gembor nasionalisme tinggi.
Banyak janji sana sini.
Pergi keluar negeri.Bilang, "Tugas negara".
Pulang bawa tentengan belanja.
"Gedung ini miring" kata mereka.
Minta sekian triliun.
Di desa-desa, gedung sekolah yang hampir ambruk diacuhkan saja.
Pintar bicara mereka.
Sampai-sampai kehabisan kata-kata.
Dan tertidur waktu sidang, kawan...


Lihatlah kawan...Lihatlah mahasiswanya..
Orasi di sana sini."Berantas kemiskinan" kata mereka.
Tapi mereka sendiri miskin ilmu.
"Berantas korupsi" kata mereka keras.
Tapi mereka sendiri korupsi waktu kuliah mereka."Mana keadilan" tanya mereka lantang.
Bahkan, waktu ujian pun mereka masih suka mencontek kawan.
"Perang!!""Jangan jadi pengecut!!" marah mereka melihat negeri ini diremehkan oleh negara lain.
Teriakan nasionalisme atau semangat anarkisme ?!
Tuntutan tak di setujui.Kemudian huru-hara di sana sini.
Tak pakai otak.
Bangunan negara dirusak.
Padahal siapa bayar pajak ?!
Tertawa ha ha ha.
Berteriak merdeka.
Memerdekakan diri dari kebodohan saja belum bisa.


Lihatlah kawan.Lihatlah generasi mudanya kawan.
Masih muda.
Penuh semangat.
Tapi tak pake otak.
Sukanya hura hura.
Masalah senggolan, jadi bunuh-bunuhan.
Masalah tempat tongkrongan, jadi tawuran.
Masalah wanita, jadi rebutan.
Bukan pelajaran yang dipikirkan.
Tapi daerah kekuasaan.
Masih muda.
Penuh gejolak jiwa.
Kenal narkoba.
Pertama coba-coba.
Kemudian terbiasa."I'm Fly" kata mereka.
Duit habis.
Minta orang tua.
Orang tua menolak.
Rasionalisme dilabrak.
Jadi maling mereka.
Dan kemudian berakhir di penjara.
Masih muda.
Coba kenal dunia.
Hedonisme ala barat jadi gaya.
Dugem.
Pindah-pindah tongkrongan tiap malam.
Seks bebas.
Kenal wanita.
Suka sama suka.
Kamarpun disewa.
Ah oh ah oh..Teriak mereka dengan lantang.
Tapi jika maju ke depan kelas suara-nya tiba2 hilang.
Nikmat sementara dirasa.
Lupa dosa.
Dan kemudian berakhir di neraka.


Lihatlah kawan..Lihat ormas di negeri ini.
"Allahuakbar" teriak mereka keras sambil melempar batu ke ormas lain.
"Allahuakbar" seru mereka lantang.
Selantang suara knalpot motor mereka yang dierung-erungkan.
Melakukan kekerasan."Berjuang atas nama Islam" kata mereka.
Islam yang mana ??
Atau yang ini,Pasukan bernama suporter sepakbola.
Yang beraninya cuma rame-rame.
Nonton bola bawa senjata.
Timnya kalah.Kemudian berulah.
Tak pake otak.Atau ormas yang kesukuan.Sukanya kekerasan.
Tak jauh beda.
Tak pake otak juga.
Mana persatuan dan kesatuan yang dulu diperjuangkan pejuang-pejuang kita ??


Lihatlah kawan..Lihatlah para pengayom masyarakat kita.
Hormat grak..Selamat pagi pak polisi lalu lintas.
Hari ini salah apa saya ?Helm ada.Surat-surat pun lengkap."Tutup ban kamu berwarna" katanya.
Ada-ada saja.Banyak duit.Perut pun buncit.
Hormat grak...
Selamat pagi pak polisi.Hari ini saya mau bikin sim.Katanya mudah ?!Tapi kenapa dipersusah ?!
Padahal di depan, saya baca spanduk kuning besar."Bukan daerah makelar kasus".Katanya begitu.
Tambah banyak duit.
Perutpun buncit.
Rekening ketularan buncit.
Hormat grak...Ah..Saya capek hormat terus pak..Istirahat di tempat grak...


Lihatlah kawan...Di perempatan jalan.
Anak kecil diajari mengemis.
Ada juga pemuda.
Malas bekerja.
Bisanya meminta-minta.Di perempatan jalan.
Tin tin tin.Bunyi klakson motor dan mobil.
Angkutan kota berhenti sembarangan.Motor-motor sliweran tak karuan.
Ada juga mobil mewah. Keren. Tapi sayang tak tahu aturan.
Nguing nguing nguing.Bunyi sirine polisi.
Berhenti dulu kawan.Mobil pejabat mau lewat.


Lihatlah kawan...Si "Melon Hijau" meledak lagi.
Disana sini.Geleng-geleng kepala.Baca berita.
Seorang Ibu tak punya uang buat menebus obat.
Janda-janda perwira nasibnya ditelantarkan.
Maling helm ditembak mati polisi.
Maling ayam dihakimi massa.
Koruptor bebas.
Tertawa ha ha ha.
Ada pula yang di penjara.
Tapi masih bisa tertawa ha ha ha.Di selnya ada tivi 4O inchi.


Ha ha ha.Saya tertawa.Alangkah lucunya negeri ini.


Tapi, lihat juga kawan...

Ada segelintir anggota dewan yang benar-benar terhormat.

Ada mahasiswa yang pake otak.

Ada segelintir ormas yang hebat.

Ada juga pemuda yang suka bekerja.

Ada segelintir polisi yang jujur.

Ada juga segelintir orang yang taat aturan dan bermoral.

Dibalik segala keterpurukannya,

Negeri ini masih punya peluang menjadi negeri yang hebat.

Percayailah kawan...

Mari kita jadi segelintir orang-orang tersebut...



Source : From Internet

Iseng..

Supaya gak suntuk dan ngantuk di jalan, saya suka mengamati hal2 menarik sepanjang perjalanan dari rumah ke kantor. Berikut ini adalah beberapa di antaranya:

45 km adalah jarak dari rumah ke kantor (berdasarkan speedometer)
1,5 jam adalah waktu tempuh dari rumah ke kantor. (kalo ngebut dan gak macet paling cuman 1 jam). Ini sama dengan mendengarkan 20 judul lagi di mp3 dengan durasi tiap lagu kurang lebih 4 menit (biasa dengerin mp3 sambil bawa motor). jadi biar diklakson truk segede gaban pun suka gak denger, hahaha... :D
70-80 km/jam adalah rata2 kecepatan motorku, paling mentok 95 (alon-alon waton klakon).
Ada 16 lampu merah dari rumah hingga ke kantor (sesuai jalur yg biasa saya lewati).
Ada 10 pompa bensin dari rumah sampai ke kantor (kalo gak salah hitung).
Ada 27 jembatan, termasuk jembatan layang (jembatan timbang di perbatasan Jogja-Jateng gak termasuk). Plus 2 jembatan di Jumoyo   yg sedang dibangun.
Di lampu merah setelah jembatan batas provinsi (arah magelang-jogja) ada pengamen yg selalu berkaca mata hitam, berpakaian necis dengan tampang super 'dingin'. biar hujan ataupun panas tetap setia dengan kecrekannya.
Tiap hari paling tidak ada 3 kecelakaan lalu-lintas (itu yang saya lihat, tapi saya rasa lebih banyak)
Ada 9 ex stasiun KA antara Yogya-Magelang yaitu stasiun Mlati, stasiun Beran, stasiun Sleman, stasiun Medari, stasiun Tempel, stasiun Tegalsari, stasiun Blabak, stasiun Mertoyudan, dan stasiun Magelang. semuanya sudah tidak aktif lagi.
Jalur KA Yogya-Magelang ditutup karena banjir lahar Merapi pada Maret 1974 menghantam Jembatan Krasak. Adapun jalur Palbapang Bantul-Yogyakarta, serta Ambarawa-Semarang ditutup April 1973.
Jalur-jalur ini tidak dibuka lagi karena alasan ekonomis. Juga karena moda transportasi darat seperti mobil dan motor, semakin berkembang. Sempat ada wacana untuk dihidupkan lagi, tapi tidak jelas. Justru jalur KA itu saat ini telah diaspal untuk pelebaran jalan.
Ada 4 "wong edan", satu di jln jogja magelang di dekat markas kodam, pakaiannya necis dengan baju koko rapi dan kopiah hitam, selalu ketawa atau komat-kamit sendiri. Berikutnya di daerah salam, rambut gimbal, perut buncit dan cuman pake celana doang, sering nentengin plastik berisi air, entah air apa. Kadang suka 'ngobrol' ama patung batu. Satu di daerah blabak tapi kadang terlihat juga di muntilan, pakaian compang camping dan suka ngetengin sampah. Satu lagi berjenis kelamin perempuan, sering terlihat di daerah blabak-mertoyudan. suka tidur di pinggir jalan dan menggunakan pakaian dari sampah2 (sekarang dah gak pernah lihat).
sebenarnya pingin ngitung tiang listrik dan banyaknya lubang di jalan, tapi kebanyakan. jarinya gak cukup :D

nb: yang nulis ini juga kayaknya udah mulai gak waras :D

Soulmate#2

Jodoh Yang Baik..

Siapa yang tidak mau mendapatkan jodoh yang baik. Tapi jodoh yang ”baik” itu seperti apa sih? Wah ini adalah pertanyaan yang barangkali Einstein aja gak tau. Baik tidaknya seseorang sangat tergantung dari cara pandang masing-masing individu. Setiap orang punya kategorinya sendiri. Saya saja masih bingung kenapa cewek saya dulu bisa suka sama saya. Dia bilang saya baik dan suka buat dia tertawa. Waktu saya katakan Tukul juga baik dan humoris, dia cuman mesem.

Di Alquran telah disebutkan, wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik. Namun tak jarang kita temui hal-hal ganjil seperti si A yang baik kok bisa dapat si B yang ’sablek’. Si X yang alim dapat jodoh si Y yang ’ancur’.

Awalnya saya juga sering bingung dengan realita seperti ini. Namun kemudian saya paham, bahwa yang baik dimata kita (manusia) belum tentu baik di mata Allah. Barangkali mungkin saat ini dia adalah seorang penjudi atau pemabuk, tapi mungkin suatu hari kelak dia akan bertobat dan menjadi pribadi yang baik. Bukankah hal seperti ini sering terjadi. Berapa banyak ustadz yang mengaku bahwa dulunya mereka adalah seorang kriminal atau pengguna narkoba. Sebaliknya, seseorang yang terlihat begitu alim dan baik, bisa jadi seorang psikopat. Who knows?


Kasus Mario Teguh

Beberapa waktu yang lalu sempat heboh soal pernyataan Mario Teguh di twitternya yang menulis, ”Wanita yg pas u/ teman pesta,clubbing,brgadang smp pagi,chitchat yg snob,mrokok,n kdang mabuk - tdk mungkin direncanakn jadi istri”.

Muncul pro dan kontra mengenai pernyataan motivator yang terkenal dengan acara Mario Teguh Golden Ways nya ini. Kebanyakan yang menentang berasal dari kaum feminist yang menganggap pernyataan Mario Teguh itu sangat tidak pantas.

Saya pribadi meskipun bukanlah seorang penggemar merasa pernyataan Mario Teguh tersebut tidaklah salah. Meskipun tidak seratus persen benar. Beliau hanya menyatakan pendapat dari sudut pandang seorang pria yang menginginkan pasangan yang ideal dan sesuai dengan norma dan budaya Timur.

Masalahnya hidup tidaklah seideal itu. Tak melulu hitam dan putih, namun selalu ada area abu-abu. Wanita dengan sifat seperti yang dikatakan beliau dalam twitternya bisa jadi tidak mungkin direncanakan jadi istri, tapi bukan berarti tidak bisa. Perlu kita garis bawahi, hal yang demikian tidak hanya berlaku bagi wanita, tapi juga pria.

Kalo kita tanyakan pada setiap orang tentang pasangan yang ideal tentu jawabannya akan berbeda-beda. Karena setiap orang memiliki pandangannya masing-masing. Orang yang tidak merokok biasanya tidak suka bila pasangannya merokok. Sebaliknya, seorang perokok bisa mentolerir bila pasangannya pun perokok. Banyak pribadi yang senang bila menemukan pasangan hidup yang memiliki hobi yang sama (terlepas dari positif atau negatif hobi tersebut).

Saya bukanlah perokok dan terus terang tidak suka bila cewek merokok. Teman saya yang perokok tidak mempermasalahkan apabila pasangannya merokok atau tidak selama dia tidak dilarang untuk merokok. Lucunya ada teman saya yang mengatakan bahwa ceweknya menyuruh dia untuk merokok (padahal dia dan ceweknya bukan perokok) karena ceweknya menganggap cowok yang merokok itu terlihat lebih jantan. Cewek memang aneh…..

Budaya juga menjadi salah satu faktor penting dalam hal cara pandang. Kalo kita melihat kehidupan budaya barat, apa yang disebutkan oleh Mario Teguh tersebut mungkin bukanlah hal yang aneh, dimana alkohol, rokok dan pesta adalah hal yang biasa. Selain itu tidak sedikit pula yang justru menemukan jodoh dalam sebuah pesta atau saat sedang clubbing (saya baca di surat kabar atau majalah). Bahkan mereka kemudian mengembangkan hobi pesta mereka itu menjadi sebuah bisnis EO. Mereka yang bekerja di bidang fashion juga sering kali harus begadang sampai pagi, menghadiri pesta-pesta atau jamuan (yang tentunya banyak terdapat minuman beralkohol), dan ngobrol sepanjang malam.

Tentang kebiasaan baik dan buruk ini ada suatu pertanyaan menggelitik yang saya dapat dari sebuah kuis dunia maya. Ada dua pemimpin besar dunia yang sama-sama hebat dan memiliki kharisma. Dengan kata-katanya mereka mampu membangkitkan semangat dan menggerakkan ribuan massa pendukungnya. Yang satu adalah seorang perokok berat dan peminum, sedangkan yang satu lagi tidak suka merokok, bukan peminum, dan setia pada satu wanita. Manakah yang anda pilih? Dari kebiasaannya, samestinya pemimpin yang baik adalah yang kedua. Namun tahukah anda, bila anda memilih yang pertama berarti anda telah memilih Perdana Menteri Inggris, Winston Churcill. Dan bila anda memilih pemimpin yang kedua berarti anda memilih pemimpin NAZI Adolf Hittler. Ini merupakan fakta sejarah.



Bertanya Pada Diri Sendiri

Menikah, berkeluarga, dan kemudian menjadi orang tua merupakan tanggungjawab yang tidak mudah. Apa yang dikatakan Mario Teguh tidaklah salah, seperti yang dikatakan oleh KH Amidhan pada detik.com, "Itu nasihat biasa saja. Agama menyerukan kepada lelaki yang baik, selayaknya memilih yang baik juga akhlaknya, dan begitu sebaliknya. Kalaupun ada wanita atau laki-laki seperti itu, mabuk-mabukan dan sebagainya, kalau bisa dibina dan diperbaiki,"
Meskipun tidak sedikit yang kontra dengan pernyataan Mario Teguh tersebut dengan berbagai alasan. Coba kita tanyakan pada diri sendiri, masih pantas dan layakkah apabila kita sebagai orang tua yang menjadi panutan bagi anak-anak kita masih mempertahankan sifat-sifat yang demikian. Dan bukankah kita ini orang Timur yang tentunya memiliki norma dan budaya yang harus kita hormati.

=arca=

Soulmate#1

Bicara soal soulmate atau jodoh memang gampang-gampang susah. Seperti berjalan di sebuah labirin yang penuh liku dan tikungan menjebak. Kadang kita sudah yakin menemukan jalan yang benar, ee…. malah makin tersesat. Bahkan kerap kali kita harus kembali ke awal tanpa pernah tahu akhirnya.


Unpredictable

Berapa banyak dari kita yang pernah merasa yakin telah menemukan seseorang yang tepat, the right person of our life, seperti ada sebuah getaran dalam dada yang mengatakan bahwa “dialah jodohku”. Kuch kuch hota hai kata orang India (bukan berarti sya penggemar film India loh). Sebuah isyarat yang kadang mendorong kita untuk berbuat hal-hal bodoh dan nekat.

Jodoh tak dapat diduga. Itu yang saya pelajari dari hidup. Coba kita pikirkan kembali berapa banyak orang-orang yang kita kenal dalam hidup kita selama ini. Sahabat kita, teman-teman kita, mantan-mantan kita. Mereka semua tak datang berduyun-duyun sekaligus dalam hidup kita bukan. Tak pula pergi sekaligus. Seperti sebuah pasar malam kata Pramoedya. Satu demi satu hadir dalam hidup kita dan satu demi satu akan pergi dari hidup kita. Kapan dan bagaimana kita bertemu dengan mereka? Kita tak pernah menduganya. Semua mengalir begitu saja.

Bisa jadi jodoh kita itu seseorang yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Seseorang yang sama sekali tidak kita kenal. Dari daerah atau tempat yang belum pernah kita kunjungi. Dari luar kota, pulau, provinsi atau bahkan dari luar Republik ini. Atau mungkin jodoh kita adalah seseorang yang justru berada di dekat kita selama ini. Teman kita, sahabat kita, salah satu kerabat kita. Seseorang yang seringkali kita ajak ngobrol. Seseorang yang duduk di sebelah kita, di sekolah, di kampus, di kantor. Atau malah seseorang yang selama ini kita anggap angin lalu dan tidak masuk dalam daftar cowok/cewek idaman kita. Anything is possible, is’n it?

Karena hidup ini adalah sebuah perjalanan. Kita tidak pernah tahu kemana kaki ini akan melangkah. Dan kitapun tidak bisa menduga dimana akan menemukan jodoh kita.


Takkan Lari Jodoh Dikejar

Semua tahu pepatah ini, kalau sudah jodoh memang takkan kemana. Sebaliknya, kalau belum jodoh, mau jungkir balik pun gak bakalan dapat. Saya masih ingat salah satu film komedy romantis yang dibintangi Billy Cristal dan Meg Ryan, judulnya When Harry Meet Sally. Tentang dua manusia yang dipertemukan oleh kebetulan-kebetulan dalam hidup (atau memang takdir?). Tak pernah kenal sebelumnya dan tak penah terpikir akan bertemu lagi. Tapi selalu saja ada kejadian yang mempertemukan mereka kembali di tempat dan waktu yang berbeda (tiap tahun mereka selalu bertemu lagi dalam situasi dan kondisi yang berbeda). Singkat kata akhirnya mereka pun menikah. Ada juga There’s Something About Mary atau Dil To Pagal Hai (sekali lagi, ini bukan berarti saya penggemar film India ya. Cuman kebetulan nonton :D). Intinya kemanapun kita melangkah akhirnya ya kesitu juga.

Saya yang besar di Papua, kuliah di Jogja dan sempat bekerja di Aceh sudah sering bertemu dengan berbagai tipe orang dengan latar belakang berbeda. Dulu sewaktu kuliah di Jogja punya seorang teman yang sangat getol kalo ngejar cewek. Pokoknya harus dapat, itu prinsipnya. Dan saya tahu dia seorang yang pantang menyerah. Lucu dan menarik melihat sepak terjangnya dalam mengejar cewek, dan entah sudah berapa kali dia ditolak cewek. Yang saya tahu semasa kuliah itu dia tidak pernah berhasil. Tekor malah. Saya masih ingat ketika dia sempat frustasi dan putus asa untuk menemukan belahan hatinya.

Beberapa bulan yang lalu saya bertemu lagi dengan teman saya ini. Dia cerita bahwa saat itu dia sudah punya pacar (amiiinn...). Masalahnya, tuh cewek ternyata udah dijodohin alias tunangan.....(halah). Lantas temen saya ini nanyain pendapat saya. Apakah dia harus maju terus atau mundur. Ya saya jawab apakah dia sungguh-sungguh menyayangi tuh cewek? ”Ya”, jawabnya. Kalo begitu tanyakan pada cewekmu siapa yang sebenarnya dia pilih. Kamu atau tunangannya itu. Kalau kamu memang mencintainya dan menurutmu dia layak diperjuangkan, maka perjuangkanlah. Tapi ingat harus dengan jalan yang benar.” kata saya waktu itu.

Entah bagaimana cara teman saya itu, yang jelas saat ini mereka telah menikah dan dengan restu dari keluarga dan orangtua kedua belah pihak tentunya. Padahal waktu itu saya cuman asal ngomong, he….(",). O ya, teman saya ini sekarang bekerja di Papua dan menemukan jodohnya di sana. Siapa sangka jodohnya ada di Papua. Bahkan kebayang bakal ke Papua pun mungkin dia gak pernah.

Ada juga kisah dari bumi Nanggroe. Sewaktu bekerja di Aceh, ada banyak teman kantor saya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Ternyata sebagian besar dari kami memiliki latar belakang yang sama, generasi patah hati (wekekeke....). Ada yang ditentang oleh keluarga, ada yang ditolak mentah-mentah, ada yang dipermainkan, bahkan ada yang ditinggal nikah ceweknya di kampung (mesa’ke tenan je). Rupanya salah satu alasan mereka mau ditugaskan ke Aceh adalah untuk melupakan rasa sakitnya, meskipun pelor dan granat menghadang (hiperbolis). Tapi itu dulu, sekarang mereka telah menikah (except me, hik...). Ada yang menemukan jodohnya di tempat kerja, ada yang jodohnya tetangga sebelah kontrakan, bahkan ada yang menemukan jodohnya di sebuah rental VCD. Siapa sangka mereka akan menemukan jodohnya nun jauh di bumi nanggroe. Dulu,sebelum ke Aceh mereka semua merasa telah menemukan belahan hatinya. Keukeuh, dan berusaha mempertahankannya. Namun rupanya Tuhan punya cerita sendiri.

Selain itu ada juga kisah teman saya yang baru saja menikah. Kaget plus senang waktu dapat undangan pernikahan mereka. Padahal kami bertiga adalah teman sekelas. Yang cowok teman saya sejak SD dan yg cewek teman sejak SMP. Kami sekelas waktu kelas tiga SMU. Siapa sangka mereka akan berjodoh, padahal saat itu meja mereka bersebelahan. Yang cewek dah punya pacar dan yg cowok sering curhat ke saya soal adik kelas yang sedang ditaksirnya. Waktu saya tanyakan kapan dan bagaimana mereka jadian, temen saya yg cewek menjawab bahwa sebenarnya dia juga heran tapi sekaligus mensyukuri telah mendapatkan jodoh yang baik. Sementara yg cowok malah berujar "Ah, kau saja yg tak peka rif." Hahaha...  Ya mungkin itu yang dinamakan jodoh, udah muter kemana-mana, ee.. ternyata jodohnya ada di sebelah.

Memang takkan lari jodoh dikejar, tapi bukan berarti tanpa usaha juga. Maksudnya ngapain lari ampe keringatan dan dengkul mlocot. Lha wong udah ada teknologi kok. Kalo gak berani nyatain langsung, bisa lewat telepon. Gak berani bicara ya lewat sms. Gak ada pulsa ya beli dulu, atau minjem pulsa teman. Gak punya HP? Ya udah cara tradisional aja, pake surat (tapi gak perlu ditempelin materai ya). Usahanya juga yang wajar2 aja, gak usah nyusahin diri sendiri apalagi orang lain. Gak perlu bela-belain beliin Blackbery di hari ultahnya sementara kamu sendiri tiap hari makan nasi kucing.

Bukankah jodoh sudah ditetapkan. Yang kita perlukan cuman trial and error. Kita tidak pernah tahu kemana kaki kita akan melangkah. Kita tidak pernah tahu dimana akan menemukan jodoh kita.

Senin, 02 Januari 2012

SEMINGGU DI JAKARTA

SEMINGGU DI JAKARTA


Naik kereta…

Ini adalah pengalaman gue waktu ke Jakarta akhir tahun 2006 kemaren. Sebenarnya sih mendadak karena tiba-tiba gue dapat telpon dari Jakarta yang mengharapkan kehadiran gue untuk interview pada hari senin. Rupanya telpon itu dari salah satu perusahaan di Jakarta dimana gue melamar. Awalnya sih ragu, karena tidak ada persiapan. Apalagi esoknya adalah hari pertama bulan ramadhan. Tapi akhirnya gue nekat juga. Ya itung-itung pengalaman lah.

Untuk ke Jakarta gue pilih sarana transportasi yang paling cepat dan murah. Apalagi kalo bukan kereta api. Itu tuh, alat transportasi yang bentuknya mirip ular, terbuat dari besi dan ditarik oleh lokomotif. Kalo berjalan bunyinya, jes…jes…jess… (sekadar informasi kalo ada yang belum tau). Gue naik kereta api eksekutif Jayabaya dan pilih jadwal keberangkatan yang paling malam. Sengaja, biar ntar sampai Jakarta nggak kepagian. Kasian yang jemput.

Naik kereta api sebenarnya bukan hal aneh buat gue. Tapi ini adalah pengalaman pertamaku naik kereta api eksekutif. Sebelumnya gue pernah merasakan naik kereta api ekonomi, bisnis, dan juga kereta api Pramex yang melayani rute Yogya – Solo. Kereta api kelas bisnis cukup nyaman, begitu juga dengan pramex. Tapi untuk kereta api kelas ekonomi, ampun dah, kalo nggak mau dibilang ancur. Naik kereta api ekonomi kudu hati-hati dengan barang bawaan karena banyaknya copet yang merajalela. Pengamennya, buju buneng…tiap lima menit pasti adaaa aja. Repotnya tuh kalo ada bencong yang ngamen, udah suaranya kayak petasan banting, pake nyolek-nyolek lagi. Belum lagi penumpangnya yang beraneka rupa, komplit dengan bau tubuh yang aneh-aneh. Masih syukur nggak ada yang bawa kambing atau kebo’. Bayangkan kalo ada kebo’ masuk gerbong. Bisa kena undang-undang asusila karena dikira kumpul kebo (maksudnya kumpul ama kebo’). Apalagi kalau perjalanan malam, penumpang yang tidak kebagian kursi tidur dengan cueknya di lantai gerbong, hanya beralas koran. Bayangkan bila dalam keadaan ngantuk dan anda tiba-tiba ingin ke toilet. Bisa nginjek kaki atau mungkin kepala orang kalo gak hati-hati.Pokoknya ancur deh, makanya ada yang bilang kereta api kelas ekonomi tuh sama aja dengan kelas kambing. Percuma pake parfum satu jerigen. Kalo udah naik KA ekonomi, keluar-keluar paling nggak jauh beda ama bau kambing.

suasana di dalam KA Ekonomi. 
suasana di dalam KA Eksekutif
Beda KA ekonomi, beda pula KA eksekutif. Tempat duduknya nyaman, bisa selonjor, ada pramugarinya (siapa bilang pramugari cuman ada di pesawat). Dan yang paling asyik lagi ada televisinya. Lumayan buat hiburan selama perjalanan. Kalo gue bilang sih ini lebih baik daripada pesawat kelas ekonomi. Biarpun tiketnya lebih mahal dan memang sih lebih cepat, tapi nggak ada televisinya. Udah gitu dengkul kaki gue pasti mentok ama kursi depan, jadi nggak bisa selonjor. Hiburannya juga paling cuman ngeliatin awan di luar jendela ama sesekali ngelirik mbak-mbak pramugari yang cakep-cakep itu.Tapi sayang kenyamanan di dalam KA eksekutif ini ternyata tidak berlangsung lama. Ketika sedang asyik membaca tiba-tiba gue melihat dua ekor anak tikus yang sedang berlarian di dalam gerbong. Busyet, baru kali ini gue ngeliat ada tikus di dalam kereta, apalagi kereta eksekutif. Yah, mungkin beginilah gambaran sarana transportasi di negeri kita ini. Alhasil semalaman gue tidur dengan kaki ditekuk di atas kursi, takut digigit tikus.

Kereta tiba di stasiun Jatinegara Jakarta pukul 7 lebih sedikit. Terlambat satu jam dari jadwal. Di stasiun sudah menunggu saudara yang menjemput dan kami pun langsung berangkat menuju bekasi. Di sanalah saya akan menginap selama di Jakarta.  


Macet…oh macet!

Welcome to Jakarta! Kota sejuta harapan dan impian. Kota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri. Yah itulah yang terngiang di kepala gue sewaktu tiba di Jakarta. Sebenarnya ini bukan kali pertama gue menginjakkan kaki di Jakarta. Sekitar dua tahun yang lalu gue juga pernah ke sini bareng rombongan temen-temen satu jurusan dalam rangka kuliah kunjungan lapangan. Tapi itupun tidak lama, hanya tiga hari. Gak sempet muter-muter.

Banyak sekali pengalaman yang gue dapat selama di Jakarta. Pagi-pagi sekali gue sudah harus bangun. Bagi gue yang jam bangun tidurnya adalah pukul 10, keharusan untuk bangun jam 4 pagi adalah sebuah penyiksaan. Rasanya lebih mudah untuk mengangkat barbell seberat 50 kg daripada mengangkat kedua kelopak mata. Bangun, shalat, mandi, dan langsung cabut. Naik omprengan menuju Jakarta. Tadinya gue pikir omporengan tuh sejenis mikrolet  yang sudah uzur. Ternyata yang disebut omprengan adalah mobil pribadi yang dijadikan angkutan bagi masyarakat. Sejenis taksi gelap lah. Lumayan nyaman dan ada AC nya. Bisa dikatakan mereka yang naik omprengan in adalah karyawan yang bekerja di Jakarta. Sedangkan mereka sendiri tinggal di luar Jakarta seperti Bekasi, Tanggerang, Depok, bahkan Bogor.

Lama perjalanan dari bekasi ke Jakarta naik omprengan ini gue hitung-hitung sekitar dua jam. Ongkosnya 9000 rupiah per orang dan dibayar langsung ke sopirnya. Lumayan mahal tapi dijamin berhenti di depan tempat kerja. Jadi gak perlu repot-repot ganti angkutan umum. Sepanjang perjalanan biasanya para penumpang lebih senang melanjutkan mimpi mereka yang tertunda. Enaknya naik omprengan yaitu bisa masuk tol, jadi notabene lebih cepat (harusnya). Kenyataannya mobil berjalan perlahan keluar masuk tol yang naudzubilah macetnya. Gimana nggak macet. Bayangkan kalo setiap hari orang-orang yang tinggal di luar Jakarta masuk ke kota Jakarta pada waktu yang bersamaan dan melewati ruas jalan yang sama. Ruarr biasa macet!
macet gila!

Padahal waktu tempuh yang dibutuhkan dari bekasi ke Jakarta lewat jalan tol pada saat akhir pekan tidak sampai 30 menit. Bayangkan dengan hari biasa yang bisa sampai dua jam bahkan lebih. Jakarta pada akhir pekan memang sepi karena biasanya orang-orang pergi ke luar kota. Pada saat inilah kita bisa menikmati suasana kota Jakarta tanpa pusing dengan kemacetan.

Kata kakak sepupu gue, Jakarta macet itu biasa. Tapi kalo sepi dan lancar baru luar biasa. Rasa-rasanya ungkapan ini benar. Orang Jakarta sudah terbiasa dengan kemacetan. Teman gue pernah bilang, “Kalo hidup di Jakarta bisa-bisa kita tua di jalan.” Dari 24 jam sehari, hampir 20% waktu kita habiskan di tengah jalan yang macet, padat dan merayap. Jalan tol yang katanya jalan bebas hambatan pun tidak luput dari kemacetan. Kalo kata kakak sepupu gue TOL itu sebenarnya singkatan dari Tetep Ora Lancar.

Perjalanan berangkat sebenarnya belum apa-apa. Perjalan pulang lebih luar biasa lagi. Orang Jakarta biasa pulang kantor sekitar jam 4 sampai jam 5 sore. Saat itulah terjadi penumpukan di berbagai terminal. Mereka yang menggunakan angkutan umum harus rela antri menunggu angkutan. Gue pernah ngantri selama satu jam lebih di terminal busway Harmony, nungguin busway yang menuju Pulo Gadung. Bener-bener suatu perjuangan. Sedangkan mereka yang menggunakan mobil pribadi pun harus sabar bermacet ria di jalanan ibu kota. Bayangkan gue pulang jam 3 sore sampai rumah di bekasi jam 7 malam. Ini termasuk cepat. Kalo sial sampai rumah bisa sampai jam 9 malam. Rasanya seperti mau muntah.


Ndeso…

Seumur hidup gue, belum pernah naik ke gedung yang tingginya lebih dari 10 lantai. Di Jayapura, gedung yang paling tinggi tuh gedung Bank Papua yang tingginya tujuh lantai. Di Jogja juga perasaan nggak ada gedung yang tingginya lebih dari delapan lantai. Dan itu pun masih bisa dihitung dengan jari. Tapi di Jakarta ini gedung-gedung pencakar langit berdiri dengan angkuhnya, sebuah lambang prestise dari kota yang dijuluki megapolitan. Di kanan dan kiri jalan berjejer gedung-gedung bertingkat yang bisa bikin leher terkilir kalo ngeliat.

Satu hal gue ucapkan dalam hati sejak dalam perjalanan tadi, “stay cool dan ojo kayak wong ndeso.” Pokoknya tetap tenang dan jangan udik kayak orang desa yang baru turun gunung. Di depan pintu masuk gedung yang berlantai 46 ini sudah menyambut petugas kemanan yang bertampang beringas dan memeriksa satu demi satu pengunjung yang melewati detector logam. Persis kayak di bandara.

Dengan langkah tenang dan pasti gue berjalan menuju lift yang akan membawa gue ke lantai 21, tempat interview berlangsung. Naik lift mah bukan hal aneh buat gue. Tapi alangkah terkejutnya gue ketika mengetahui tombol liftnya cuman sampai lantai 10. “Kemana sisanya? Perasaan nih gedung lebih dari sepuluh tingkat?” usut punya usut ternyata di Jakarta, gedung yang memiliki tingkat lebih dari 10 lantai biasanya membagi liftnya menjadi beberapa lantai. Jadi untuk lift A itu dari lantai basement sampai lantai 10. Lift B dari lantai 11 sampai 20. Dan begitu seterusnya. Oo…. Baru mudeng gue.

Satu kali setelah selesai training yang menjemukan gue pingin shalat dhuhur di masjid dekat lapangan parkir depan gedung. Mencet tombol lift, dan begitu pintu terbuka langsung nyelonong masuk. Di dalam lift cuman ada gue dan seorang bapak. Gue heran juga kenapa hanya gue yang masuk, padahal tadi ada banyak orang juga yang mau turun ke bawah. Pintu tertutup dan gue mencet tombol lantai satu. Gak ada reaksi. Mencet lagi. Tetep gak ada reaksi. Lampu indikator tidak menyala. Apa tombolnya rusak ya? Bapak yang berdiri di samping gue nyeletuk, “Lift nya ke atas mas.” Oo, jawab gue dengan tetap memasang tampang cool. Pantes aja orang-orang tadi tidak ikut masuk, bathin gue. Gue salah masuk lift.

Penyakit orang yang tidak biasa naik lift adalah kepala terasa pening karena efek gaya tariknya. Sesekali sih nggak papa. Tapi dalam sehari gue bisa tiga sampai empat kali naik turun lift dari lantai satu ke lantai duapuluhsatu. Isi perut rasanya sudah sampai ke rongga mulut. Gue salut ama orang Jakarta, mereka keliatan santai-santai saja padahal kepala gue rasanya udah mau pecah. Kalo tiap hari kayak gini rasanya gue bisa kena kanker otak.

Pemandangan kota Jakarta dari atas gedung bertingkat memang cukup mengundang decak kagum. Barisan gedung-gedung perkantoran yang berjejer di sepanjang jalan jenderal sudirman tampak jelas. Jalan-jalan arteri dan mobil-mobil terlihat bagai sebuah maket. Di gedung ini orang-orang tampak mondar-mandir dan cuek satu dengan yang lainnya. Semua tampak rapi dengan setelan jas dan kemeja yang licin disetrika. Perempuan mengenakan blazer dan wajahnya pun dihias oleh polesan make up yang cukup tebal. Gue heran juga, kalo gue yang laki-laki dan cuek dengan penampilan saja harus bangun jam empat pagi, mandi dan langsung ngacir supaya nggak kena macet, mereka kira-kira bangun jam berapa ya, kok sempat-sempatnya dandan.

Jakarta memang aneh, orang-orangnya aneh, kantor tempat gue interview lebih aneh lagi. Di ruang resepsionis ada sebuah lobby kecil. Di lobby itu ada dua baris sofa panjang dan meja yang saling berhadapan. Di atas meja tersebut diletakkan beberapa majalah dari dalam dan luar negeri yang disusun rapi. Anehnya orang-orang yang datang tidak boleh duduk di sofa itu. Gue pernah nyoba untuk duduk dan membaca salah satu majalah, tau-tau ada security yang negur dan bilang, “Maaf mas, dilarang duduk di sini. Kalo mau duduk-duduk silakan di ruang tunggu sebelah.” Gue perhatikan bukan hanya gue saja yang ditegur, tapi juga semua orang yang mau duduk di sofa itu. Lha, ngapain ada sofa dan meja di situ kalo kita nggak boleh duduk. Aneh. Mungkin sofa itu hanya boleh diduduki setahun sekali pas malam satu suro. Hiii…ngeri.


 =arca=